Advertise here

Selasa, 15 November 2011

HIV/AIDS


v Patogenesis Molekuler
Sel limfosit CD4 merupakan target utama pada infeksi HIV. Sel ini berfungsi sentral dalam system imun. Pada mulanya system imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam system imun tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spectrum yang luas. Gejala penyakit tersebut terutama merupakan akibat terganggunya fungsi imunitas seluler, di samping imunitas humoral karena gangguan sel T helper (TH) untuk mengaktivasi sel limfosit B.
HIV menimbulkan patologi penyakit melalui berbagai mekanisme, antara lain: terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi oportunistik, terjadinya reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas dan kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan pada stadium lanjut. Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi melalui mukosa genital, transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik , dan transmisi vertical dari ibu ke janin. Untuk busa menginfeksi sel, HIV memerlukan reseptor dan reseptor utama untuk HIV adalah molekul CD4 pada permukaan sel penjamu. Namun reseptor CD4 saja tidak cukup. Ada beberapa sel yang tidak mempunyai reseptor CD4, tapi dapat diinfeksi oleh HIV. Di samping itu telah ditemukan juga koreseptor kemokin yang mempunyai peranan sangat penting dalam masuknya HIV ke dalam sel yaitu CCR5 dan CXCR4. Penelitian intensif di bidang virology HIV dan kemajuan di bidang imunologi akhir-akhir ini dapat dengan lebih jelas menerangkan bagaimana HIV masuk ke dalam sel penjamu dan menimbulkan perubahan patologi pada tubuh manusia.

v  Mekanisme Imunitas Pada Keadaan Normal
Aktivasi sel Th dalam keadaan normal terjadi pada awal terjadinya respons imunitas. Th dapat teraktivasi melalui dua sinyal, yaitu: pertama terikatnya reseptor Ag – TCR (T Cell Reseptor) dengan kompleks Antigen-Molekul MHC Class II yang dipresentasikan oleh makrofag sebagai antigen presenting cells (APCs) yang teraktivasi oleh antigen. Sinyal kedua berasal dari Sitokin IL-1 yang dihasilkan oleh APC yang teraktivasi tadi. Kedua sinyal tadi akan merangsang Th mengekspresikan reseptor IL-2 dan produksi IL-2 dan sitokin lain yang dapat mengaktivasi makrofag, CTLs (sitotoksik T limfosit atau TC) dan sel limfosit B. IL-2 juga akan berfungsi auto aktivasi terhadap sel Th semula dan sel Th lainnya yang belum memproduksi IL-2 untuk berpoliferasi. Jadi dengan demikian akan terjadi amplifikasi respons yang diawali oleh kontak APCs dengan sel Th semula.
Aktivasi sel Tc yang berfungsi untuk membunuh benda asing atau nonself-antigen, dan Tc yang dapat dibedakan denga Th karena Tc mempunyai molekul CD8 dan akan mengenal antigen asing melalui molekul MHC class I. seperti sel Th, sel Tc juga teraktivasi melalui dua sinyal, yaitu sinyal pertama adalah iteraksi reseptor Ag-TCR dengan kompleks epitop benda asing dan molekul MHC class I. sel tersebut bisa berupa sel tumor atau jaringan asing. Sinyal kedua adalah rangsangan dari sitokin IL-2 yang diproduksi oleh sel Th tersebut. Tangan ke tiga dari imunitas seluler di lakukan oleh sel NK (natural killer), yaitu sel limfosit dengan granula kasar dan petanda CD16 dan CD56. Fungsinya secara non spesifik menghancurkan langsung sel-sel asing, sel tumor atau sel yang terinfeksi virus. Atau juga dengan cara spesifik untuk sel-sel yang dilapisi oleh antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC).
Aktivasi sel limfosit B memerlukan paling sedikit tiga sinyal, yaitu pertama oleh imunogen yang terikat pada reseptor antigen, dan dua sinyal lainnya adalah limfokin BCDF (B cell differentiation factor) dan BCGF (B cell growth factor) yang diprodusi oleh sel Th yang teraktivasi. Dengan aktivitas sel limfosit B, maka akan terjadi pertumbuhan dan differensiasi sel limfosit B menjadi sel plasma sebagai sel yang akan memproduksi antibody.

v  Pengaruh HIV Terhadap Sistem Imun
HIV terutam menginfeksi limfosit CD4 atau T helper (Th), sehingga dari waktu ke waktu jumlahnya akan menurun, demikian juga fungsinya akan semakin menurun. Th mempunyai peranan sentral dalam mengatur system imunitas tubuh. Bila teraktivasi oleh antigen, Th akan merangsang baik respons imun seluler maupun respons imun humoral, sehingga seluruh sistem imun akan terpengaruh. Namun yang terutama sekali mengalami kerusakan adalah sistem imun seluler. Jadi akibat HIV akan terjadi gangguan jumlah maupun fungsi Th yang menyebabkan hamper keseluruhan respons imunitas tubuh tidak berrlangsung normal.

v  Patogenesis HIV    
Perjalanan Infeksi HIV
Perjalanan khas infeksi HIV yang tidak diobati, berjangka waktu sekitar satu decade. Tahap-tahapnya meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis dan kematian. Durasi antara infeksi primer dengan progresimenjadi penyakit rata-rata sekitar 10 tahun. Pada kasus yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah onset klinis.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan; viremia dapat terdeteksi selama 8-12 minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menjangkiti organ limfoid. Suatu sindroma akut yang mirip mononucleosis timbul pada banyak pasien (50-75%) 3-6 minggu setelah infeksi primer. Pada tahap ini terjadi penuruna jumlah sel T CD4 yang beredar secara significan. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu hingga 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level CD4 kembali meningkat. Tetapi respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna dan sel-sel yang terinfeksi HIV menetap dalam limfonodi.
Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa in terjadi banyak replikasi virus. Diperkirakan sekitar 10 milyar paryikel HIV diproduksi dan dihancurkan setiap harinya.waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus (dari saat infeksi sel ke saat produksi keturunan baru yang menginfeksi sel berikutnya) rata-rat 2,6 hari. Limfosit T CD4+, target utama yang bertanggung jawab pada produksi virus tampaknya mempunyai angka pembalikan yang sangat tinggi. Bila terinfeksi secara produktif, waktu paruh limfosit T CD4+ adalah 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transkripsi HIV yang berkaitan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam batas harian.
Akhirnya pasien akan menderita penyakit-penyakit konstitusional dan penyakit klinis yang nyata, seperti infeksi opportunistic dan neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi selam tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang ditemukan pada pasien dengan penyakit tahap lanjut, biasanya jauh lebih virulen dan sitopatik daripada strain virus yang ditemukan pada awal infeksi. Seringkali pergesaran dari HIV-1 monosit-tropik dan makrofag-tropik (M-tropik) menjadi varian limfosit-tropik (T-tropik) menyertai progresi menjadi AIDS.

v  CD4+ Limfosit T
Gambaran cardinal dari infeksi HIV adal;ah deplesi limfosit penginduksi T-helper yang menghasilkan tropoisme HIV terhadap populasi limfosit ini, sehingga menginfeksi petanda fenotipik CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 adalah reseptor utama untuk HIV; ia memiliki afinitas yang tinggi untuk amplop virus. Koreseptor HIV pada limfosit adalah reseptor khemokin CXCR4.
Pada awal infeksi, isolat HIV primer adalah M-tropik. Tetapi semua strain HIV menginfeksi limfosit T CD4+ primer (tetapi bukan lini sel T yang dikekalkan secar in vitro). Sewaktu infeksi berlanjut, virus yang dominan M-tropik digantikan oleh virus T-tropik. Adaptasi laboratorium isolate primer dalam lini sel T yang dikekalkan menghilangkan kemampuannya untuk menginfeksi monosit dan makrofag.
Akibat dari difungsi sel T CD4+ yang disebabkan oleh infeksi virus HIV bersifat mematikan karenakarena limfosit T CD4+ memainkan peran yang sangat penting dalam respon imun manusia. Ia bertanggung jawab baik secar langsung maupun tidak langsung dalam induksi sederetan fungsi-fungsi sel limfoiddan nonlimfoid. Efek-efek ini berupa aktivasi makrofag, induksi fungsi-fungsi sitotoksik sel T, sel-sel natural killer, dan sel B; serta sekresi berbagai factor terlarut , yang merangsang pertumbuhan dan differensiasi sel-sel limfoid, serta mempengaruhi sel-sel hematopoetik.

v  Monosit dan makrofag
Monosit dan makrofag berperan penting dalam penyebaran dan pathogenesis infeksi HIV. Subunit monosit tetentu mengekspresi antigen permukaan CD4 dan oleh karena itu berikatan pada amplop HIV. Koreseptor HIV pada makrofag dan monosit adalah khemokin CCR5. Di dalam otak, tipe sel utama yang terinfeksi oleh HIV tampaknya adalah monosit dan makrofag, dan ini merupakan konsekuensi penting untuk perkembangan manifestasi neuropsikiatri yang disebabkan oleh infeksi HIV. Makrofag alveolus paru yang terinfeksi mungkin berperan dalam pneumonitis interstisial yang dijumpai pada pasien AIDS tertentu.
Strain HIV makrofag-tropik mendominasi pada awal infeksi dan strain-strain ini bertanggung jawab pada infeksi permulaan bahkan bila sumber penularan mengandung virus M-tropik maupun T-Tropik.
Diyakini bahwa monosit dan makrofag berperan sebagai reservoir utama bagi HIV dalam tubuh. Tidak seperti limfosit T CD4+, monosit relative kukuh pada efek sitopati HIV, sehingga virus tidak hanya bertahan hidup dalam sel ini tetapi juga dapat dipindahkan ke berbagai organ tubuh (seperti paru-paru dan otak).

v  Organ Limfoid
Organ –organ limfoid memainkan peran sentral dalam infeksi HIV. Limfosit dalam darah tepi hanya mewakili sekitar 2 % total pool limfosit, sisanya terutama berada di dalam organ-organ limfoid. Di dalam organ limfoid inilah respon imun spesifik dibentuk. Jaringan sel-sel dendrite follikuler dalam pusat-pusat germinal pada limfonodi mrnjrbak antigen dan menstimulasi suatu respon imun. HIV bereplikasi secara aktif dalam jaringan limfoidke seluruh perjalana infeksi yang tidak diobati bahkan selama tahap latensi klinis. Lingkungan mikro limfonodi ideal untuk menetap dan menyebarnya infeksi HIV. Sitokin dilepaskan, mengaktifasi fool besar limfosit T CD4+ yang sangat rentan terhadap infeksi HIV. Ketika tahap lanjut penyakit HIV mengalami progresi, arsitektur limfonodi menjadi terputus.



v  Sel-sel Saraf
Abnormalitas neurologis lazim terjadi pada AIDS dan pada 40-90% pasien terjadi di dalam derajat yang bervariasi. Ini meliputi ensefalopati HIV, neuropati perifer dan yang paling serius, kompleks demensia AIDS. Baik mekanisme pathogen langsung maupun tidak langsung bisa menjelaskan manifestasi neuropsikiatrik pada infeksi HIV. Tipe sel domina dalam otak yang terinfeksi oleh HIV adalah monosit dan makrofag. Virus bisa masuk ke otak melalui monosit yang terinfeksi dan melepaskan sitokin yang toksik terhadap sel saraf seperti factor khemotaktik yang menyebabkan infiltrasi sel-sel peradangan otak. HIV telah ditemukan pada neuron, oligodendrit dan astrosit dalam jumlah yang terbatas.

v  Koinfeksi Virus
Sinyal aktivasi dubutuhkan untuk terjadinya infeksi HIV yang produktif. Pada seseorang terinfeksi HIV, spectrum luas dari stimulus in vivo tampaknya berperan sebagai activator seluler. Sebagai contoh infeksi akut oleh Mycobacterium tuberculosis mempengaruhi peningkatan viremia plasma. Infeksi viral yang bersamaan oleh virus EB, cytomegalovirus, virus herpes simpleks, atau virus hepatitis B menginduksi ekspresi HIV dan bisa berperan sebagai kofaktor AIDS. Terdapat prevalensi infeksi cytomegalovirus yang tinggi pada pasien yang positif HIV.

0 komentar:

Posting Komentar

Thankz atas kunjungannya,,, ^_^