Advertise here

Minggu, 09 Januari 2011

Odak Pancar Adat Samawa


Dalam tradisi perkawinan adat masyarakat Sumbawa, salah satu prosesi yang harus dijalani calon mempelai adalah upacara adat barodak/odak pancar (luluran). Dalam tradisi aslinya, calon mempelai perempuan dan laki-laki akan menjalani acara barodak di rumah masing-masing. Barodak merupakan upacara penyucian diri bagi calon mempelai perempuan dan laki-laki karena akan segera memasuki tahapan kehidupan baru yakni berumah tangga. Upacara adat barodak secara resmi dilaksanakan pada malam sebelum akad nikah di rumah masing-masing mempelai perempuan dan laki-laki.

Namun, sesungguhnya barodak bagi pengantin perempuan atau laki-laki dilaksanakan sejak persiapan pernikahan mulai dilaksanakan. Barodak (memakai odak) terkadang berlangsung hingga sebulan lamanya.

Menurut Hasanuddin, budayawan Sumbawa yang juga perias pengantin, ada tiga
tingkatan barodak yang dijalani pengantin dalam tradisi ini yakni odak mamak (mangir), odak babak (odak pusuk), dan odak ramurin. Odak mangir merupakan odak yang dipakai pertamakali yang bahannya terbuat dari ramuan sirih pinang, beras dan buah meriga (buah ini dari tanaman perdu yang mudah tumbuh, kalau pecah dalamnya berisi kapas). Fungsinya seperti mangir untuk membersihkan tubuh dari kotoran. Odak babak dipakai pada tahapan kedua. Odak ini terbuat dari kulit-kulit kayu pilihan dan pucuk-pucuk daun tertentu dengan beras sebagai pengikatnya. Fungsinya untuk menghaluskan kulit. Sedangkan odak atau lulur pada tahap tiga, yakni odak ramurin yang bahannya dicampur pula dengan serbuk emas (minimal air rendaman emas) dan kuning telur merpati. Odak ramurin berfungsi sebagai pengencang kulit setelah kotoran dibersihkan dan kulit telah menjadi halus dengan dua tahapan barodak sebelumnya. Odak ramurin dipakai juga pada upacara resmi barodak.

Sebelum acara inti barodak, pengantin atau calon pengantin, akan diberi makan
nasi empat warna yang terbuat dari beras ketan putih dan hitam yakni, hitam, putih, kuning dan merah yang disebut “melge” dibuat dalam tumpeng kecil-kecil. Tumpeng melge warna-warni yang di atasnya telur yang direbus utuh ini masing-masing diambil sedikit untuk dimakan. Nama nasi tumpeng kecil ini dalam adat samawa yaitu “me Rasul”. Cara me rasul di hidangkan yaitu tumpeng melge di letakkan di nampan besar yang telah dihias dan di alasi daun pisang. Disekeliling tumpeng melge diletakkan kiping, pesar (petikal), bte’, dan topat serta dadar telur sebagai pemisahnya. Dadar telur juga diletakkan di tumpeng melge yang di gunting kira-kira 1 cm dan cara meletakkan dari bawah ke atas hingga membentuk sebuah garis yang dibuat sebanyak 5 garis.






Penyajian juga di peruntukkan pada tamu undangan tetapi tidak dalam bentuk nasi tumpeng melainkan melge hanya di letakkan di piring dan disertai juga dengan kiping, pesar (petikal), bte’ dan topat. Tujuannya sebagai obat agar calon pengantin kelak menjadi keluarga samawa (sakinah, mawaddah, warahmah) yang bersatu selamanya layak melge, kiping, pesar, topat yang disajikan bersama dalam satu piring.

Setelah calon pengantin memakan me Rasul, acara odak pancar (barodak) pun dimulai. Ketika hendak dimulai upacara adat barodak, dila malam pun dinyalakan. Dila malam adalah simbol dari harapan adanya cahaya terang yang akan menyinari perjalanan perkawinan pengantin ini, termasuk juga menghindari niat jahat terhadap pengantin. Dila malam itu dipasang di atas kelapa sebagai kelengkapan dalam prosesi barodak. Ada pula pegu berisi beras kuning.

Selain itu, di arena barodak juga dihiasi dengan kembang hias bermacam-macam yang ditempelkan di batang pohon pisang kecil. Batang pisang kecil yang dipakai adalah baru memiliki lima atau enam daun. Dan, hanya tiga daunnya yang dipakai. Pohon pisang yang dihias kembang-kembang ini ditanam di dalam pegu berisi beras. Ini juga merupakan simbol kesetiaan seperti halnya pada acara akad nikah.

Ditandai dengan seruling panjang diikuti gong genang dan baguntung dari rantok
(lesung kayu) yang ditabuh para ibu, acara barodak pun dimulai. Wajah, tangan dan kaki mulai dilulur dan kuku tangan dan kaki ditempeli dengan daun pancar yang sudah ditumbuk halus. Lulur yang dipakai pada acara barodak ini merupakan bedak tradisional yang dibuat khusus oleh orang khusus pula dan biasanya seorang wanita. Orang khusus maksudnya adalah orang yang sudah biasa dan dipercaya oleh masyarakat setempat untuk membuat odak sesuai dengan keterampilan dan keahliannya. Orang inilah yang nantinya akan menjadi Ina Odak/ ina pangantan atau ibu asuh calon pengantin wanita selama prosesi perkawinan berlangsung.

Saat upacara secara resmi yang dihadiri undangan, calon pengantin akan diusap lulur pada wajah dan kedua tangannya. Orang yang akan mengusapkan lulur pada wajah tangan dan kaki calon pengantin adalah orang-orang terpilih. Orang tua-orang tua yang patut dijadikan teladan bagi pengantin, akan mengusap odak pada wajah, tangan, dan kaki serta memberikan daun pancar yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan jari kaki pengantin atau calon pengantin. Mempercantik pengantin atau calon pengantin dengan daun pancar ini di Sumbawa disebut rapancar. Warna merah kuku pengantin yang ditempeli dengan daun pancar








halus ini merupakan simbol bahwa orang tersebut sudah atau segera menikah. Sebagai tanda bahwa ia telah memiliki pendamping hidup. Selama proses barodak ini berlangsung, para orang tua ini akan memberikan nasihat-nasihat perkawinan kepada calon pengantin. Ina Odak akan mendampingi pengantin selama barodak dan ikut memberikan nasihat.

Setelah para orang yang dituakan dan diteladani ini usai mengusap lulur pada pengantin atau calon pengantin, giliran terakhir adalah ina odak. Sebelum mengusap lulur, ina odak akan memercikkan air boreh yang dibuat dari kembang tiga rupa yakni, kamboja, melati dan bunga eja. Setelah itu, dila (lampu) akan diputar melingkari kepala hingga wajah pengantin atau calon pengantin. Ritual ini sebagai simbol menolak hal-hal yang membahayakan bagi si pengantin selama menjalankan kehidupan ke depan. Setelah selesai, dila malam ditiupkan di depan wajah pengantin atau calon pengantin, lalu asapnya diambil dan ditempelkan pada kepala pengantin atau calon pengantin.

"Bagi pernikahan yang dilakukan masih berkerabat, odak dibuat di rumah mempelai perempuan yang akan dibagi juga untuk mempelai laki-laki, dengan harapan agar cepat menyatu. Namun, jika perkawinan dilakukan dengan orang lain, bukan kerabat, maka odak dibuat masing-masing mempelai," kata Ace, panggilan akrab Hasanuddin. Karena mereka tidak berasal dari satu keturunan, tentu saja, masing-masing keturunan memiliki cara dan bahan odak yang berbeda dalam membuatnya.

Saat menjelang upacara Barodak, odak tersebut diantar ke kediaman laki-laki di mana upacara barodak laki-laki diselenggarakan. "Bahan-bahan untuk membuat odak yang dipakai saat Barodak ini dikenal dengan 44 macam tumbuhan terbaik yang terpilih," kata Mustakim Biawan, budayawan Sumbawa. 44 macam tumbuhan terbaik untuk lulur ini sengaja dipilih juga untuk alasan kenyamanan bagi pengantin. Karena bahan-bahan terpilih tersebut tidak akan membuat pengantin berkeringat saat resepsi pernikahan berlangsung yang biasanya menghabiskan banyak waktu. 44 macam tumbuhan ini, dalam tata hitungan Sumbawa sebagai ungkapan untuk menggenapkan jumlah demi mencapai angka sakral. Angka 44 adalah simbol yang sangat kuat yang dapat memberikan keberkahan yang paling tinggi.

Selain soal kenyamanan bagi pengantin, bahan-bahan terpilih tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi kehidupan mereka di masa depan. Berbagai bahan dasar pembuatan odak dipilihkan ramuan yang memberikan makna atau simbol penguatan bagi nilai-nilai sebuah perkawinan atau rumah tangga. Misalnya, bahan dasar lulur ini adalah daun sirih atau yang








disebut eta. Maka eta yang dipilih adalah sirih terbaik, tidak boleh sembarang sirih melainkan melainkan sirih yang urat-uratnya bertemu pada satu titik. Jadi salah satu urat sirih bagian kiri sebagai simbol perempuan akan bertemu dengan urat bagian kanan sebagai simbol laki-laki dan dua titik tersebut akan bertemu pula dengan urat daun sirih yang membelah sirih tersebut menjadi dua sebagai simbol masyarakat sosial. Jadi, filosofinya adalah, ketiga garis dari urat daun sirih tersebut akan saling bertemu dan membentuk satu titik. Artinya bahwa pernikahan tersebut diterima oleh kedua pihak dan juga masyarakat di mana tempat mereka akan menjalankan kehidupan berumahtangganya. Sehingga harapannya kehidupan mereka akan bahagia, damai dan sejahtera.

Ada pula buah pinang, yang merupakan simbol hati yang jika dibelah rupanya akan persis sama. Ini mengandung makna yang menggambarkan pertautan hati kedua mempelai yang utuh dan sama. Ada juga bagik atau asam yang berwarna hitam pekat. Asam jawa ini banyak digunakan masyarakat Sumbawa untuk membersihkan kotoran sebagai bahan lulur. Harapannya, agar perempuan yang akan menjadi istri ini nantinya, memiliki hati yang bersih tak punya hasrat dengki pada orang lain. Ada pula beras yang selalu ada dalam tiap ramuan odak, sebagai simbol kemakmuran dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.

Sejak berakhirnya upacara adat barodak, calon mempelai perempuan tidak boleh keluar dari kamar dan ia hanya berdua dengan Ina Odak-nya untuk melanjutkan acara barodak sembari menanti hari basai (bersatu). Secara khusus, setelah upacara adat Barodak resmi usai, mulailah peran penting Ina Odak dilaksanakan, yakni memberi nasehat sebelum akad nikah dilangsungkan.






























“ME RASUL”

v     Melge
v     Kiping
v     Pesar (Petikal)
v     Topat
v     Bte’











































MELGE
BAHAN
-          Beras ketan putih 1 kg
-          Beras ketan hitam ½ kg
-          Santan 200 cc dari 2 butir kelapa
-          Garam secukupnya
-          Pewarna makanan (merah, kuning)

CARA MEMBUAT
-          Beras ketan putih dan hitam dibersihkan, kemudian dikukus secara terpisah hingga matang. Sisihkan dan pisahkan ketan putih menjadi 3 bagian.
-          Santang di masak hingga mendidih. Dinginkan. Pisah kan menjadi 4 bagian. 2 bagian santan diberi pewarna sidikit dan 2 bagian biarkan tanpa warna.
-          Campurkan masing-masing 3 bagian santan yang diberi warna dengan ketan putih 3 bagian. Dan 1 bagian santan untuk ketan hitam. Di aduk sampai menyatu dan melengket dengan “perampung”(sejenis sutil kayu).
-          Penyajian dibuat tumpeng dan di sajikan dalam 1 piring diatur secara terpisah.
































KIPING

BAHAN
-          Tepung beras ketan putih 1 kg
-          Kelapa agak tua 1 butir
-          Garam secukupnya
-          Air sedikit
-          Minyak goreng 2 sdm

CARA MEMBUAT
-          Kelapa diparut kemudian tambahkan air sedikit dan diperah sebentar.
-          Tambahkan tepung beras ketan, campur hingga membentuk adonan yang dapat dibentuk.
-          Bentuk adonan seperti kelereng, bulat memanjang, bintang, bulan sabit, dll sesuai selera.
-          Kemudian goreng dengan sedikit.



































PESAR (PETIKAL)



BAHAN
-          Beras ketan 1 kg
-          Kelapa 1 butir
-          Garam secukupnya
-          Daun kelapa secukupnya. Dilipat 2 memanjang kira-kira 15 cm.

CARA MEMBUAT
-          Kelapa diparut dan pisahkan menjadi 2 bagian. 1 bagian dibuat santan dan 1 bagian dibiarkan.
-          Santan dimasak dan tambahkan garam secukupnya serta masukkan kelapa parut, masak hingga mendidih.
-          Kemudian masukkan beras ketan, aduk hingga setengah matang. Angkat dan dinginkan sebentar.
-          Dimasukkan dalam daun kelapa yang di bentuk memanjang sampai penuh kemudian diikat.
-          Selanjutnya direbus hingga matang. Sajikan tanpa dibuka ikatannya.































TOPAT




BAHAN
-          Beras 1 kg
-          Daun kelapa  yang telah dibentuk ketupat
BAHAN SERBUK
-          Kelapa parut 1 butir
-          Garam 1 sdt
CARA MEMBUAT
-          Beras dicuci dengan air kapur.
-          Masukkan setengah ke dalam daun kelapa bentuk ketupat
-          Direbus sampai matang. Angkat dan dinginkann.
-          Daun dibuka dan dipotong bentuk persegi panjang.
-          Serbuk : sangrai kelapa hingga kuning dan renyah.
-          Ditumbuk dan tambahkan garam secukupnya.
-          Olesi potongan pesar dengan serbuk. Sajikan.
































BTE’
BAHAN
-          Gabah kering siap giling 1 gelas
CARA MEMBUAT
-          Sangrai gabah hingga mekar
-          Sajikan bersama melge, kiping, pesar, dan topat

2 komentar:

Thankz atas kunjungannya,,, ^_^